Selasa, 21 Juni 2011

Indeks Pembangunan Daerah Di Aceh(kota langsa)

BAB 1
PENDAHULUAN

A. A.  Latar belakang
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Pembangunan daerah lebih ditujukan pada urusan peningkatan kualitas masyarakat,
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi yang optimal, perluasan tenaga kerja, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu ukuran utama keberhasilan dari pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan harus berjalan secara berdampingan dan berencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan yang lebih merata. Dengan demikian maka suatu daerah yang kurang produktif dan tertinggal akan menjadi produktif dan berkembang yang akhirnya mempercepat proses pertumbuhan itu sendiri. Disini saya akan mengambil studi kasus kota langsa.
Kota Langsa berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 2001 ditetapkan sebagai sebuah kota mandiri dan terpisah dari Kabupaten Aceh Timur. Status administrasi Kota Langsa yang merupakan pemerintah Kota terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Langsa Kota, Langsa Timur, dan Langsa Barat, dan 51 Kelurahan/Desa dengan total luas wilayah administrasi Kota Langsa sekitar 26.241 Ha. Secara geografis Kota Langsa terletak pada posisi 40 24’ - 40 33’ Lintang Utara
dan 97053’ - 980 04’ Bujur Timur.
Batas Geografis wilayah Kota Langsa adalah sbb:
• Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Melaka
• Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Tamiang
• Sebelah Barat dengan kabupaten Aceh Timur
• Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh
Tamiang. 


B.  B. Rumusan Masalah
1.    Apakah pengertian umum indeks pembangunan daerah?
2.    Bagaimanakah tabel input output perekonomian NAD?
3.    Bagaimana kondisi fisik dan lingkungan kota langsa?
4.    Bagaimana kependudukan di kota langsa?
5.    Bagaimana perkembangan perekonomian di kota langsa?

C. C.  Maksud dan Tujuan Masalah
©  Maksud
Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang indeks pembangunan daerah khususnya di kota langsa provinsi aceh.
©  Tujuan
  Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah pembangunan daerah semester IV, yang di ampuh oleh Dra.Gatiningsih MT.








BAB 2
PEMBAHASAN

1.Pengertian Umum
Indeks Pembangunan Daerah (IPD) adalah suatu konsep ukuran pembangunan, yang terdiri dari
©  keberdayaan pemerintah;
©  perkembangan wilayah; dan
©  keberdayaan masyarakat. Setiap kriteria tersebut dapat dipecah-pecah lagi ke dalam beberapa aspek atau unsur. Misalnya, aspek-aspek yang tercakup di dalam kriteria Keberdayaan Pemerintah adalah kemampuan dan kualitas aparat pemerintah itu sendiri; atau sarana dan prasarana yang digunakan aparat untuk melayani masyarakat; atau kita juga dapat melihat dari aspek kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam usahanya melakukan pembangunan dan melayani masyarakat.
Setiap kriteria pembangunan pada dasarnya dapat kita lihat dari berbagai aspek. Aspek-aspek yang menjelaskan kriteria-kriteria tersebut disebut subkriteria.
Kriteria Keberdayaan Pemerintah memiliki subkriteria 
* Kapabilitas Aparat
* Keuangan Daerah
* Sarana dan Prasarana Pemerintah
Kriteria Perkembangan Wilayah memiliki subkriteria 
* Fasilitas Publik
* Ekonomi Wilayah
* Kondisi Fisik, Lingkungan Hidup, dan Sumber Daya Alam
Kriteria Keberdayaan Masyarakal memiliki subkriteria 
* Kependudukan dan Ketenagakerjaan
* Kesejahteraan Masyarakat
* Kondisi Sosial, Politik, dan Budaya
indikator-indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan berdasarkan kriteria dan subkriteria yang telah dijelaskan di atas,
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai Kapabilitas Aparat adalah
1. Indikator Pendidikan PNS
2. Indikator Jumlah PNS
3. Indikator Kreativitas PNS
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai Keuangan Daerah adalah
1. Indikator tax effort
2. Indikator Investasi Pemerintah
3. Indikator Transfer Pusat
Indikator yang digunakan untuk menilai Sarana dan Prasarana Pemerintah adalah
1. Indikator Belanja Nonpegawai 
2. Indikator Rentang Kendali Desa 
3. Indikator Sarana Komunikasl
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai Fasilitas Publik adalah
1. Indikator Pelayanan Kesehatan 
2. Indikator Pelayanan Pendidikan 
3. Indikator Pelayanan Jalan
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai Ekonomi Wilayah adalah 
1. Indikator PDRB per kapita
2. Indikator lCOR 
3. Indikator Akses Keuangan 
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai Kondisi Fisik. Lingkungan Hidup,
dan Sumber Daya Alam adalah
I. Indikator Kawasan Lindung 
2. Indikator Pencemaran Air 
3. Indikator Pencemaran Udara
lndikator-indikator yang digunakan Kependudukan dan Ketenagakerjaan adalah
1. Indikator TPAK
2. Indikator KompetitifTenaga Kerja
3. Indikator Kualitas Tenaga Kerja
Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai Kesejahteraan Masyarakat adalah 
1. lndikator Penduduk Miskin
2. lndikator Angka Kematian Bayi
3. lndikator Konsumsi Nonmakanan
Indikator-indikator untuk menilai Kondisi Sosial, Politik dan Budaya adalah
1. lndikator Aktivitas Sosial 
2. lndikator Pengaman Sosial 
3. Indikator Partisipasi Pemuda
2. Tabel input output

Data sekunder yaitu tabel input output perekonomian Propinsi Naggroe Aceh Darussalam tahun 1998. Tabel input output disajikan dalam bentuk matriks yang diklasifikasikan menjadi 55 sektor perekonomian. Data tabel input output perekonomian Propinsi Naggroe Aceh Darussalam tahun 1998 diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Naggroe Aceh Darussalam dan dari instansi terkait lainnya.  Model input-output pertama kali dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an. Idenya sangat sederhana namun mampu menjadi salah satu alat analisis yang ampuh dalam melihat hubungan antar sektor dalam perekonomian (Nazara, 1997:48). Komponen yang paling penting dalam analisis input out put adalah inverse matriks tabel input output, yang sering disebut sebagai inverse Leontif (Miller, 1985:15). Matriks ini mengandung informasi penting tentang bagaimana kenaikan produksi dari suatu sektor (industri) akan menyebabkan berkembangnya sektor-sektor 9 lainnya. Matriks kebalikan leontif merangkum seluruh dampak dari perubahan produksi suatu sektor terhadap total produksi sektor-sektor lainya ke dalam koefisien-koefisien yang disebut sebagai multiplier (a ij). Multiplier ini adalah angka-angka yang terlihat di dalam matriks (1-A)-1 . Adapun analisis yang akan dihitung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a.    Indeks Keterkaitan ke depan
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Total keterkaitan ke depan disebut juga sebagai indeks derajat kepekaan (degree of sensitivity) yang digunakan untuk mengukur kaitan ke depan. uruh sektor ekonomi.


b.    Indeks keterkaitan ke belakang
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Indeks total keterkaitan ke belakang disebut juga sebagai indeks daya penyebaran (power of dispersion) yang digunakan untuk mengukur kaitan ke belakang. 


3.kondisi fisik dan lingkungan kota langsa
a.Tata Guna Lahan
Luas daratan kota Langsa adalah seluas 26.241 Ha dan sekitar 62,0 % dari total luas kota Langsa pada tahun 2002 adalah kawasan terbangun. Komposisi utama guna lahan di Langsa adalah perumahan sebesar 62,5 % dan ruang terbuka hijau sebesar 14,1 %. Sedangkan sisanya adalah persawahan 11,9 %, gedung perkantoran 2,8 %, hutan 1,9 %, dan lain sebagainya sebesar 6,8 %. Lokasi kawasan pemukiman hampir tersebar di seluruh wilayah kota. Lahan permukiman terbesar terdapat di desa Peukan Langsa, Blang Seunibong, Gapong Jawa, Paya Bujok Blang Paseh, Paya Bujok Seulamek, dan Gampong Daulat. Kawasan perdagangan terkonsentrasi pada kawasan pusat kota dan meliputi kegiatan perdagangan regional (pasar grosir) dan lokal (pasar eceran). Kegiatan perdagangan sebagaian besar berlokasi di sepanjang jalan Teuku Umar, Komplek Pasar (terminal) Jl. Iskandar Muda. Selain itu terdapat kegiatan perdagangan informal yang menempati lahan milik PJKA yang berlokasi disekitar stasion Kereta Api. Sedangkan perkantoran tersebar di beberapa lokasi, terutama perkantoran yang berskala pelayanan regional terkonsentrasi di sepanjang jalan Achmad Yani, Darussalam, dan jalan Cut Nyak Dien. Peruntukan lahan untuk industri sebagian besar terkonsentrasi di desa Alue Dua dan Seuriget, terutama di sepanjang jalan Medan – Banda Aceh dengan spesialisasi industri pengolahan kayu dan kimia dasar (seperti alkohol dan perekat). Kawasan industri di Alue Dua menempati areal seluas 14 Ha untuk industri dengan spesialisasi ‘aneka industri’ seperti pengolahan udang,
perbengkelan, dsb. Lahan pada kawasan tidak atau belum terbangun sebagaian besar digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, kawasan pertambakan di daerah rawa, dan hutan bakau di daerah tepi pantai. Lokasi lahan perkebunan besar antara lain terdapat di desa Timbang Lhangsa, Paya Bujok Seulemek, Gedubang Jawa, Seulalah. Daerah pertambakan/rawa banyak terdapat di desa Kuala Lhangsa, Alue Dua, dan Seuriget.

b.Daya Dukung Tanah
Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Direktorat Tata Guna Tanah – Dirjen Geologi, Kota Langsa terletak pada suatu dataran alluvial pantai dengan besaran elevasi berkisar 8 m diatas permukan laut. Di bagian barat daya dan selatan kota Langsa dibatasi oleh suatu pegunungan lipatan bergelombang sedang dengan elevasi sekitar 75 m, sedangkan di bagian timur kota merupakan endapan-rawa dengan sebaran cukup luas. Batuan yang membentuk daerah ini terdiri dari alluvium pantai, endapan lempungan, pasir kwarsa, kerikil, pasir lempungan, sisa-sisa kayu, dan sedikit sissipan batu-batuan muda membentuk perlapisan yang saling berselang seling. Susunan bebatuan tersebut dapat disamakan dengan formasi awal Pliosen. Pada bagian bawah susunan bebatuan ini merupakan suatu endapan batuan yang
dapat disamakan dengan formasi Keutapang, yang terdiri dari batu pasir berbutir halus, serpihan mika, sisa tumbuh-tumbuhan dan sisipan batu baru muda, dan pada bagian atas bebatuan ini lebih bersifat pasiran. Singkapan kedua formasi ini banyak terdapat disebelah barat daya dan selatan kota Langsa.



4.Kependudukan
a.Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Kota Langsa yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Timur mengalami perkembangan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk dari 109.076 jiwa pada tahun 1994 dan meningkat menjadi 130.189 jiwa pada tahun 2003 dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 65.115 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 65.074 jiwa. Sedangkan jumlah Rumah Tangga di Kota Langsa pada tahun 2003 adalah sebesar 27.871 unit, dengan kecamatan Lhangsa Kota terdapat 10.925 unit, Lhangsa Barat terdapat 8.727 unit, dan kecamatan Langsa Timur terdapat 8.219 unit. Bila diamati kepadatan penduduk di Kota Langsa, maka kecamatan dengan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Langsa Kota dengan kepadatan 1.032 jiwa perKm2 dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Langsa Timur yaitu kepadatan 311 jiwa per Km2. Sedangkan kepadatan rata-rata Kota Lhangsa pada tahun 2003 adalah sebesar 496 jiwa per Km2. Pertumbuhan penduduk rata-rata dari tahun 1994 s/d 2003 sebesar 2,29 % per tahun (sumber RDTRK Langsa tahun 2003-2013) maka diperkirakan pada tahun perencanaan 2011 jumlah penduduk kota Langsa berjumlah 146.657 jiwa dan pada tahun 2026 akan berjumlah 183.355 jiwa.
Pertambahan penduduk akan diikuti dengan kebutuhan akan perumahan penduduk. Untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk tersebut telah diatur  dalam Rencana Induk Kota (RIK) Langsa tahun 1986-2006 tentang arahan kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan dan fasilitas pendukungnya. Akan tetapi perkembangan fisik kawasan perumahan di kota Langsa dalam lima tahun terakhir tidak sepenuhnya mengikuti pola pemanfaatan seperti dalam RIK melainkan mengikuti pola kemudahan untuk pencapaian sarana dan prasarana perkotaan.Kebutuhan jumlah rumah di kota Langsa dan kebutuhan luas lahannya berdasarkan kasifikasi tipe kavling rumah seperti berikut:
> Tipe rumah kecil 100 – 300 m2
> Tipe rumah sedang 300 – 600 m2
> Tipe rumah besar 600 – 1000 m2
Perbandingan jumlah masing-masing tipe tersebut adalah 6 : 3: 1 untuk tipe rumah kecil : sedang : besar. Sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan perkiraan jumlah penduduk sampai pada tahun 2011 sebesar 162.026 jiwa maka akan diperoleh jumlah rumah yang tersedia sebesar 22.700 unit dengan persentase terbesar pada pembanguan kawasan perumahan baru sebesar 70%. Kemudian berdasarkan jumlah rumah dan perbandingan tiap tipe maka akan diperoleh luas lahan yang dibutuhkan sampai tahun 2011 yaitu sebesar 70 Ha.

b.Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Berdasarkan komposisi penduduk menurut lapangan usaha pada tahun 2004, sebagian besar penduduk kota Langsa bekerja disektor pertanian yang mencapai 12.187 jiwa (33,3%), kemudian sektor Jasa sebesar 11.492 jiwa (31,4%), perdagangan sebesar 5.746 jiwa(15,7%), sedangkam sisanya bekerja di sektor konstruksi angkutan, buruh, pegawai negeri, dan sebagainya.



5. Perekonomian Kota Langsa
a. Sektor Industri
Keberadaan industri formal di Kota Langsa tahun 2003 berjumlah 625 unit yang terdiri dari 5 unit usaha disektor industri dasar, 45 unit usaha disektor aneka industri, dan 575 unit usaha disektor industri kecil formal, sedangkan usaha disektor industri kecil non-formal berjumlah 305 unit. Jumlah tenaga kerja yang terserap disektor industri formal dan non-formal adalah sebesar 4.000 orang. Sedangkan nilai investasi sektor industri pada tahun 2003 sebesar Rp.46,8 milyar yang menghasilkan nilai produksi sebesar Rp.43,7 milyar sehingga sektor industri pada tahun 2003 tidak memberikan nilai tambah kepada perekonomian Kota Langsa.



b.Pertumbuhan Ekonomi
Salah satu hakekat pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kota Langsa yang secara keseluruhan dihitung dari PDRB merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi besar dan pertumbuhannya melambat, maka dalam hal ini akan menghambat tingkat pertumbuhan secara keseluruhan. Sebaliknya apabila sebuah sektor mempunyai kontribusi yang besar terhadap totalitas perekonomian, maka apabila sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, maka sektor tersebut otomatis akan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Pada tahun 2001 perekonomian Kota Langsa mulai menunjukan peningkatan walaupun pertumbuhanya masih 10,96 %, namun bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Propinsi NAD yang 5,98 %, perekonomian Kota Langsa relative jauh lebih baik. Peningkatan ini terus berlanjut hingga tahun 2004, dimana pertumbuhan ekonomi Kota Langsa sudah mencapai 11,90 %, sedangkan pada tahun yang sama pertumbuhan ekonomi Propinsi NAD relative jauh lebih baik lagi yaitu 9,40 %.

c.Aspek sosial Ekonomi
Dalam rangka pengembangan sistem pengelolaan dalam pelayanan air bersih di Pemko Langsa perlu dilakukan studi mengenai aspek sosial ekonomi dengan sasaran untuk mengetahui potensi wilayah dan penduduk yang diperlukan
sebagai data dan informasi dalam perencanaan. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui keadaan sosial dan ekonomi di Pemko Langsa, khususnya pada rencana area pelayanan yang berpengaruh terhadap pengembangan sistem air bersih yang pengelolaannya dilakukan oleh PDAM Tirta Kemuneng. Hasil studi ini akan digunakan untuk penentuan beberapa kriteria perencanaan. Aspek-aspek yang perlu dihasilkan dari usulan kegiatan ini adalah:
1. Mengetahui tingkat permintaan masyarakat terhadap kebutuhan air bersih.
2. Menilai tingkat pendapatan masyarakat pada rencana area pelayanan.
3. Mengetahui kemampuan masyarakat untuk membiayai dan membayar fasilitas  pelayanan air minum yang akan direncanakan.
4. Menilai potensi masyarakat dalam mengantisipasi pengembangan sistem.

Untuk mengetahui hal tersebut di atas, telah dilakukan survey sosial ekonomi di Langsa dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) terhadap sekitar 100 responden. Quisioner ini terdiri dari 2 macam format yaitu untuk responden yang belum dan yang telah memasang sambungan PDAM dan responded pelanggan PDAM. Pengamatan langsung terhadap daerah survey dilakukan juga dalam rangka
memperoleh pengenalan yang lebih baik terhadap situasi setempat, kemudian terhadap beberapa penduduk dilakukan wawancara, untuk mengenal kecenderungan masyarakat terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan fasilitas air bersih.

d. Gambaran Tingkat Kehidupan kota langsa

PEK Mata pencarian utama dari penduduk di Pemko Langsa, khususnya dalam area
pengembangan menjadi pekerjaan lainnya pegawai negeri, pedagang dan pegawai swasta. Namun menurut data potensi desa wilayah perencanaan pada tahun 2005, terlihat bahwa pegawai swasta, pedagang dan pekerjaan lain merupakan mata pencarian yang dominan. Hal ini terjadi karena survey dilakukan hanya pada daerah pengembangan sistem air bersih.     Tingkat pendidikan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan termasuk cukup. Hal ini dilihat dari tingkat pendidikan kepala keluarga pada umumnya tidak pernah sekolah 0%, tidak tamat SD 0%, tamatan SD 0%, tidak tamat SLTP 10%, tamat SLTP 10% dan tidak tamat SLTA 0%, tamat SLTA 50%, tidak tamat PT 0%, tamat akademi 10% dan tamat universitas 20%.SOSIALONOM 
Jenis bangunan rumah yang ditempati para responden digolongkan atas: permanen 40%, semi permanen 60% dan darurat 0%. Jumlah jiwa per keluarga, berdasarkan data statistik hasil survey diperoleh ratarata 5,50 jiwa per KK, sedangkan modus dari jumlah jiwa ini adalah 6 jiwa dengan frekuensi 40 keluarga.








BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Detinisi Keberdayaan Pemerintah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya atau hasil pemberdayaan pemerintah (reinventing government) di suatu daerah. Perkembangan wilayah didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi ekonomi wilayah, penyediaan fasilitas publik, serta potensi fisik dan lingkungan suatu daerah. Kriteria yang terakhir yaitu Keberdayaan Masyarakat, didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan upaya dan hasil pemberdayaan masyarakat di suatu daerah.
Kriteria yang pertama, yaitu Keberdayaan Pemerintah, memiliki subkriteria Kapabilitas Aparat, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan keberadaan dan upaya peningkatan dan kemampuan aparat pemerintah di suatu daerah. Subkriteria yang kedua, yakni Keuangan Daerah, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan potensi keuangan daerah dan pengelolaan keuangan di suatu daerah. Subkriteria terakhir adalah Sarana dan Prasarana Pemerintah, yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan ketersediaan fasilitas bagi kelancaran pemerintahan daerah.
Kriteria yang kedua, yaitu Perkembangan Wilayah, memiliki subkriteria Fasilitas Publik, yaitu sarana dan prasarana publik yang tersedia di suatu daerah. Subkriteria yang kedua adalah Ekonomi Wiiayah, yang didefinisikan sebagai potensi dan hasil kegiatan ekonomi dan industri di suatu daerah. Subkriteria yang terakhir adalah Kondisi Fisik, Lingkungan Hidup, dan Sumber Daya Alam didefinisikan. sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan alam, kondisi geografis. dan masalah lingkungan hidup.
Kriteria yang terakhir, yakni Keberdayaan Masyarakat, memiliki subkriteria Kependudukan dan Ketenagakerjaan, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan potensi penduduk dan tenaga kerja di suatu daerah. Subkriteria yang kedua adalah Kesejahteraan Masyarakat. yang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan mutu hidup masyarakat di suatu daerah. Subkriteria Kondisi Sosial, Politik dan Budaya adalah segala kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan bidang sosial politik dan budaya di suatu daerah.
Bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, terdapat tiga sektor yang dapat menyumbangkan PDRB dalam jumlah besar yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Konstribusi sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan mengalami kenaikan dan penurunan atau berfluktuasi setiap tahunnya, sedangkan sektor pertanian mengalami peningkatan dari Rp 950.532 juta rupiah pada tahun 1992, menjadi Rp 2.535.751 juta rupiah pada tahun 2001 (BPS, 2001).                                   









Daftar Pustaka

Anonymous. 2001. PDRB Menurut Lapangan Usaha di Nanggroe Aceh Darussalam : Badan
Pusat Statistik.
Arsyad, L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE YKPN.
_____________. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta : BPFE.
Azis, I. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Jakarta :
LPFE-UI.
Kadariah. 1987. Perhitungan Pendapatan Nasional. Jakarta : LP3ES.
Kota Langsa dalam Angka,2003











Tidak ada komentar:

Posting Komentar